China akan melepas rangkaian data ekonomi terbaru pada hari Jumat besok (15/04). Fokus utama tentu tertuju pada indikator inflasi, yang digadang akan mencapai salah satu rekor tertinggi dalam sejarah ekonomi negeri tirai bambu. CPI Maret diperkirakan naik lebih dari 5% (YoY) ke level tertinggi dalam 32 bulan terakhir.
Data menarik lain yang patut disimak adalah retail sales, yang berfungsi sebagai parameter pengeluaran konsumen. Kali ini, angka penjualan ritel diprediksi naik 16,5% (YoY). Jika mengacu pada ekspektasi itu, bisa disimpulkan nahwa tekanan inflasi belum menekan daya beli konsumen China. Beberapa analis mempunyai penilaian sendiri menjelang rilis data.
1. Andrew Sullivan, Direktur Sales Trading Institusional OSK Securities, Hong Kong
"China berupaya membentuk keseimbangan ekonomi yang merorientasi pada konsumen."
Daya beli konsumen diimbangi oleh kenaikan upah. Semakin banyak penghasilan, maka keinginan belanja ikut bertambah. Tentu saja hal itu menjadi kabar baik bagi para peritel di negara China.
2. Eddie Lau, Kepala Divisi onsumer Regional Citi
"Kami melihat adanya korelasi positif antara kinerja saham berbasis konsumsi dengan tingkat inflasi."
Meski CPI China sangat bergejolak dalam 10 tahun belakangan, angka penjualan ritel terus tumbuh. Oleh karena itu, inflasi bisa merefleksikan kekuatan ekonomi.
Citi memperkirakan konsumsi pribadi tahun 2011 naik ke 9,5%, dibanding angka tahun lalu yang sebesar 9%. Upah minimum regional China rata-rata naik sebanyak 20% pada 2010. Citi memprediksi UMR bisa kembali naik hingga double digit tahun ini. Dengan demikian, perekonomian China belum akan mereda dalam beberapa bulan mendatang. Kombinasi faktor yang mempengaruhi daya beli konsumen terlihat saling mendukung. Tak heran harga saham terus mencuat karena nilai pendapatan korporasi terdongkrak oleh konsumerisme warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar