Saudi Arabia sebagai eksportir minyak terbesar dunia merasa tidak nyaman dengan harga minyak yang terlampau tinggi dan mengkhawatirkan dampaknya terhadap perekonomian global, menurut pernyataan CEO Aramco pada hari Selasa. Harga minyak sempat tergelincir pada hari Selasa yang sebagian dipicu komentar CEO Aramco, Khalid al-Falih.
"Kami tidak nyaman dengan level harga minyak saat ini. Saya khawatir dengan dampaknya terhadap perekonomian global," kata Falih dalam sebuah pertemuan industri di Korea Selatan.
Tingginya harga bukan disebabkan oleh berkurangnya pasokan di pasar global, kata Falih. Komentar tersebut mendukung pernyataan Menteri Perminyakan Saudi, Ali al-Naimi, yang pada pekan lalu mengatakan bahwa Saudi telah mengurangi produksi minyak bulan Maret akibat berlimpahnya pasokan di pasar.
Kerusuhan dan kekerasan di Afrika Utara dan Timur Tengah serta pertumbuhan permintaan yang kuat di Asia telah mendorong harga minyak ke level tertinggi sejak 2008, yang memicu serangkaian peringatan dari konsumen dan produsen bahwa mahalnya harga minyak berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi, yang pada gilirannya akan mengikis permintaan bahan bakar.
Jalur penguatan terbuka lebar bagi komoditi berbasis logam. Bukan hanya emas yang siap membidik level di atas $1500, perak juga mengincar rekor tinggi baru, level kunci $50 per ons.
Pada Senin pagi (25/04), perak meraih kenaikan 8% ke level $49.82 per ons. Dengan demikian, logam putih ini kian dekat ke level tertinggi intraday yang tercapai pada Januari 1980 ($50.35). Namun catatan terakhir perak sudah melampaui level penutupan tertinggi sepanjang masa yang terakhir kali dicapai 31 tahun lalu ($48.70).
"Aset logam menarik banyak minat saat ini," ujar Terry Hanlon, President Dillon Gage Metals di Dallas. "Tidak lama lagi, Kita akan melihat level di atas $50 bagi perak," ujarnya yakin. Harga emas juga terus berkilau setelah mencatat kenaikan 1% untuk menembus level tertinggi harian baru di $1,519.20 per ons sebelum akhirnya ditutup pada $1,509.10. Perak dan emas mengambil keuntungan dari pelemahan mata uang dollar Amerika Serikat (AS) dan tekanan inflasi global. Investor sekarang memilih untuk bermain aman dengan memarkir aset pada logam mulia.
Banyak alasan yang mendukung penguatan komoditi logam, seperti masalah defisit AS dan Eropa serta lonjakan harga pangan dan komoditi. Di samping itu, ketegangan politik di Timur Tengah dan Afrika Utara turut menggiring investor ke portofolio lebih aman. Proyeksi lebih optimis ditunjukkan oleh Jeffrey Nichols, Managing Director American Precious Metal Advisors. Ia melihat harga emas bisa mencapai $3.000 saat perak juga mampu menyentuh $100 per ons dalam beberapa tahun mendatang. Adapun koreksi kecil 10-20% diyakini selalu mewarnai setiap rally.
Harga emas terkoreksi untuk kali pertama di hari Selasa (26/04) akibat aksi profit taking. Hal tersebut terjadi setelah gold membukukan rallyselama tujuh hari berturut turut hingga mencatat rekor.
Selain itu, penurunan emas disebabkan oleh harga minyak yang melemah dari rekor tertingginya serta pelelmahan mata uang euro. Sementara pelaku pasar emas sendiri saat ini terfokus pada pertemuan kebijakan Federal Reserve Amerika Serikat yang diharapkan bisa memberi petunjuk terbaru untuk masuk pasar.
Meski demikian, prospek penguatan masih bisa berlanjut terutama jika mempertimbangkan pelemahan dollar AS yang terus menerus. USD tertekan oleh ekspektasi suku bunga rendah serta potensi rebound pada harga minyak. Sentimen fundamental juga sangat mendukung logam mulia, yaitu kekhawatiran terhadap lonjakan inflasi dunia. Hal tersebut berpeluang mengangkat permintaan emas, khususnya dari kawasan Asia.
Faktor-faktor di atas menyebabkan volume permintaan emas masih tinggi, terutama untuk sarana safe-haven atau aset lindung nilai. Dan bila melihat betapa kuat pergerakan emas saat ini, tidak tertutup kemungkinan harga bisa mencapai (atau bahkan kembali menembus) ke atas level $1500.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar