Jumat, 06 Mei 2011

Komoditi Kumpulkan Tenaga Baru

Setelah melambung hingga level termahal, harga komoditi dan energi akhirnya surut. Hal tersebut tentu saja berdampak pada pelemahan saham-saham penting dunia khususnya perusahaan minyak. Alhasil, beberapa bursa saham global turun signifikan selama pekan ini.
 
Pada perdagangan hari Kamis (05/05), Wall Street tertekan oleh data tenaga kerja dan sektor energi. Dow Jones Industrial Average anjlok 140 poin (1,1%) ke 12,584. Sementara S&P 500 merugi 12 poin (0,9%) ke angka 1,335. Demikian pula yang terjadi pada Nasdaq, mencatat minus 13 poin atau setengah persen ke level 2,814. Kemunduran pasar saham dipicu oleh kejatuhan harga sampai 8% hingga ke bawah $100 per barel. Rasio koreksi harian tersebut adalah yang terbesar sejak April 2009. Seperti biasa, rapor tengah pekan Wall Street turut berdampak pada bursa saham Asia hari ini. 
 
1. Nick Kalivas, VP Financial Research MF Global
 
"Aksi jual terpusat di sektor energi sehingga seluruh indeks berguguran."
 
Namun aksi jual yang terjadi di akhir hari lebih banyak disebabkan oleh laporan tenaga kerja. Investor enggan mengoleksi saham jelang data payrolls hari ini. Survei CNN menunjukkan bahwa jumlah lapangan kerja baru adalah sebesar 185.000 pada bulan April. Sedangkan rerata pengangguran tetap terpaku di 8,8%. 
 
2. Dan Greenhaus, Market Strategist Miller Taback & Co.
 
"Situasi makin memburuk saat pelepasan (saham) komoditi merajalela."
 
Harga minyak terpantau di angka $99.80 per barel atau anjlok $9.44. Adapun Futures Emas Juni terkoreksi $26.30 (1,7%) ke level $1,489 per ons. Sementara Futures Perak Juli kehilangan $2.58 (6,7%) menjadi $36.80 per ons. Sepanjang tahun ini, pelaku pasar ramai menaruh uangnya di aset berbasis komoditi, dengan mempertimbangkan kurs USD yang makin rendah.
 
3. J.J Burns, President J.J Burns & Company
 
"Tinggalkan saham, masuk ke komoditi."
 
Prospek jangka panjang komoditi masih cerah. Komponen pilihan yang layak dikoleksi antara lain logam mulia, logam industri dan komoditi pertanian. Namun, investor tetap harus waspada dengan gejala inflasi. Mengingat dunia komoditi sangat dipengaruhi oleh variabel tersebut. 
 
4. Gordon Kwan, Head of Energy Research Mirae Asset Securities, Hong Kong
 
"(Minyak) Brent telah jatuh ke bawah moving average 50-hari, Saya lihat sekarang sudah siap menguji $105."
 
Minyak kembali bertengger di atas $100 per barel akibat sentimen Timur Tengah. Rebound lebih banyak disebabkan karena minyak sudah 'oversold'. 
 
5. Makoto Noji, Currency Analyst, SMBC Nikko Securities
 
"AUD dan EUR dibeli karena lonjakan komoditi, penurunan komoditi maka akan berdampak pula pada pasar valas."
 
Jika data tenaga kerja bisa memicu sentimen pertumbuhan ekonomi, dollar bisa menguat. Investor akan meninggalkan posisi pada satuan tukar komoditi maupun euro. 
 
6. Peter Fusaro, Chairman Global Change Associates, New York
 
"Spekulan ramai melepas posisi (pada komoditi) untuk meraih keuntungan."
 
Beberapa komoditi, seperti oil dan kapas, sudah naik sampai 25% dalam setahun terakhir. Perak bahkan sudah melonjak 100%, meski kemarin akhirnya surut. Gambaran hari Kamis menunjukkan bahwa spekulan telah mengunci keuntungan karena takut bila data payrolls dirilis lebih buruk dari harapan. 
 
7. Anthony King, Managing Director of Investment (Grade Fixed Income) Pinebridge Investments, London
 
"Berbeda dengan sektor perumahan, setiap penurunan pada pasar komoditi adalah peluang beli."
 
Beredar ketakutan bahwa booming komoditi serupa karakternya dengan gelembung perumahan dua tahun lalu. Namun sesungguhnya sagat berbeda, investor tidak melihat koreksi sebagai awal tren buruk. Setiap penurunan harga lebih dipandang sebagai peluang beli, termasuk pada mata uang seperti AUD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar